Sabtu, 23 Februari 2008

korupsi menyebabkan kemunduran bangsa

jika pejabat negeri
ini terus-terusan korupsi dan tidak kapok-kapok, maka dalam angka 5 tahun lagi kemunduran negara ini sudah di depan mata, so pasti!

KORUPSI MENDORONG KEHANCURAN BANGSA

Oleh: Juftazani
Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Univ.Paramadina - Jakarta



“Politics is power and a power tends to corrupt”
(Sejarawan Inggris Lord Acton).


Sepuluh sifat positif bangsa yang harus dihidupkan, agar sebuah bangsa mampu eksis, bertahan hidup, terhormat dan memiliki kedaulatan yang penuh terhadap teritorial wilayahnya sendiri. Pertama; Etika. Kedua; jujur dan memiliki integritas, ketiga; Bertanggung jawab, keempat; tidak suka lempar batu sembunyi tangan, kelima; taat kepada hukum, keenam; menghormati orang lain. Ketujuh; cinta pada pekerjaan, ke delapan; gemar bekerja keras, kesembilan; tepat waktu(disiplin) dan kesepuluh; tidak menyalahkan orang lain.
Hal itu dipaparkan Presiden Susilo Bambang Yudoyono melalui Menteri Pendayagunaan Aparaur Negara di lapangan Monas – Jakarta pada hari Minggu 19 Desember 2007 yang lalu. Hasil studi Transpareuncy International (TI) terhadap Indeks Persepsi Korupsi (IPK) menyadarkan kita bahwa ada yang tidak beres dari program pemberantasan korupsi yang telah dilancarkan.
Pada tahun sebelumnya,Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2007 justru mengalami penurunan,yakni dari 2,4 hanya menjadi 2,3. Begitu juga kecenderungan temuan penyimpangan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap semester tidak mengalami penurunan signifikan. Jika temuan penyimpangan semester I/2005 dari pemeriksaan umum yang dilakukan BPK mencapai Rp4,3 triliun,pada semester II naik menjadi Rp7,8 triliun.
Mari kita lihat pada semester I/2006 nilai temuan penyimpangan menyentuh angka Rp7,9 triliun. Berlanjut ke semester II/2006,angka penyimpangan mengalami peningkatan pesat hingga menyentuh level Rp14,6 triliun.Nah, di semester I/2007,nilai temuan turun menjadi Rp8,8 triliun. Fluktuasi angka penyimpangan dan indikasi kerugian negara sejak 2005 hingga semester I/2007 menegaskan bahwa perilaku pengguna anggaran negara juga tidak banyak mengalami perubahan.


Dibuka : Fakultas "Seni Maling" di Indonesia!
Sudah lama Indonesia menjadi lahan koruptor tersubur di dunia. Mungkin jika tidak ada universitas terkenal di Indonesia yang membuka fakultas korupsi, sebenarnya fakultas "seni maling" itu sudah lama ada di Nusantara. Tetapi secara resmi, fakultas itu tidak pernah go publik. Walau pun demikian, sekolah ":seni maling" Indonesia secara resmi dipraktekkan secara besar-besaran oleh bangsa Indonesia pada orde terkaya di Indonesia, yaitu rezim Orde Baru. Barangkali bangsa-bangsa di dunia yang menginginkan kehancuran yang cepat perlu belajar ke Indonesia. Karena di Indonesia inilah "seni maling" dilakukan secara lebih sistematis, strategis, menyebar ke semua sektor dan yang perlu dicatat "tidak mengenal perantian musim politik". Kapan pun korupsi bisa dilakukan di sini.
Berbeda dengan maling kampungan, yang bila ketahuan, digebukin sampai mati. Karena itu untuk bangsa-bangsa di dunia, belajarlah dari Indonesia untuk menjadi koruptor. Jangan jadi maling kampungan, karena jika nekat, nyawa taruhannya. Tapi untuk prestasi korupsi (seni maling tingkat tinggi), maka tak perlu khawatir nyawa akan terbang melayang-layang ke langit ke tujuh sana. Anda cukup pasang badan untuk masuk ke hotel prodeo. Hei, jangan lupa bawa Hand Phone, Televisi 24 Inc, bawa kasur empuk dan siapkan satu dokter pribadi yang dapat menyatakan anda sakit mendadak jika ada keperluan persidangan atau urusan negara yang cukup memusingkan anda.

5 Presiden, Resep Berantas Korupsi Hambur Semua!
Penulis tidak tahu caranya bagaimana cara terbaik memberantas korupsi di Indonesia. Karena telah dilakukan bermacam cara, tapi tak satu resep pemberantasan
korupsi itu tuntas melenyapkan korupsi. Tak satu pun koruptor mati di Indonesia ini karena perbuatan biadabnya melakukan korupsi. Presiden Soeharto sebagai (mungkin bapak pembangunan sekaligus bapak Korupsi) cukup banyak memiliki resep memusnahkan korupsi. Tapi tak satu pun resep-resep zaman presiden termakmur di Indonesia merdeka itu terbukti tokcer memberangus korupsi.
Presiden ketiga, B.J. Habibi sebagai turunan darah biru Orde Baru, pun keok oleh koruptor-koruptor yang ternyata tak lama menduduki kursi presiden. Presiden keempat, Abdur rahman Wahid (biasanya enak sekali dipanggil Gus Dur) pun terkapar-kapar di Istana Negara karena dibisiki kuroptor, bahwa korupsi sudah turun secara signifikan. Terkapar bukan karena shock, tapi nyenyak tidur karena lelah bekerja memberantas korupsi. Padahal presiden Indonesia keempat yang separo kiyai, separo negarawan itu dikadalin oleh bawahan-bawahannya yang berpesta pora memakan hasil duit korupsi.
Nah, presiden kelima (ini ibarat negara Perancis saja layaknya. Ada negara pertama kedua, kelima dstnya), sukses melelang aset-aset negara agar lepas dari tangan bangsa dan negara. Yang paling spektakuler INDOSAT. Dan beberapa menterinya pun terendus korup beberapa lalu, lolos (eh, melengos saja di depan hidung pemerintahan SBY dan Yusuf Kalla). Apakah SBY dan kalla takut pada Laksamana ceng Ho (eh, maaf) Sukardi yang hebat itu? Mungkin saja, mungkin saja, ini negara yang bisa diaturlah. Itu saja kok repot?
Dalam pemerintahan (presiden keenam) yang dipegang pak Susilo Bambang Yee dan Yusuf Kalla saat ini, bukan aset-aset negara yang tumbang seperti zaman Megawati. Tapi pundi-pundi bangsa seperti tambang, minyak, kandungan besi, nikel dan rakyat pun terkubur hidup-hidup karena usaha mereka ludes disikat supermarket raksasa dari Yusuf Kalla Corporation, seperti Carrefour, Giant dlsbnya itu.
SEKOLAH "MALING Indonesia" memang sudah begitu canggih dan sitematis. Maka resep sepuluh sifat positif agar bangsa eksis, bertahan hidup, terhormat dan memiliki kedaulatan yang penuh terhadap teritorial wilayahnya sendiri di awal tulisan ini hanyalah resep untuk prihatin satu menit di era SBY dan Kalla ini. Kalau baru-baru ini kartu pulsa Mentari yang dari Indosat itu mengeluarkan "Gratis Bicara Satu Menit" agar pelanggan makin PeDe dengan Mentari dan Indosat, maka untuk kapasitas negara ada "Prihatin Satu Menit" agar rakyat simpati kepada pemimpinnya, bahwa selama ini presiden, wakil; presiden atau aparatur negara dlsbnya, prihatin dengan kasus korupsi. Sebab korupsi dapat menghancurkan bangsa dan mempertebal kocek kita. Karena itu pantun berbalas dari lord Acton yang tertera di awal tulisan ini perlu direnungkan “Politics is power and a power tends to corrupt” . tapi siapa pula yang mau merenung di Indonesia, wong makan sehari-hari saja susah. Kapan sempat merenungnya?