MUSIM 0
MUSIM
kuingin musim telah lama berganti
tapi musim ini
telah merobek-robek cakrawala
dan menghempas segala yang tertera
mengapung di permukaan waktu
kukira jalan-jalan masih terbentang
setelah prahara dan bencana datang
bumi terkelupas
orang-orang melangkah di permukaan lumpur
dan waktu berseru:
kembalilah ke haribaan ruhmu!
Ciputat, 14 Mei 2008
MUSIM YANG RANGGAS
kembara musim tak menentu
ditelan waktu menderu
prahara datang
bencana meruang
o, airmata musim menetesi pelipis kurus
menonjolkan kemarau panjang
yang terpapas di kolong-kolong jembatan
musim yang tertunduk
meniti jalan pancaroba
seperti lapar menimpa anak-anak berpipi lonjong
perutnya menggelembung seperti balon raksasa
musim telah menyengsarakan anak-anak manusia
menelantarkannya di telaga waktu
yang dipenuhi lumpur, sampah dan tumpahan minyak mentah
burung-burung menyanyikan musim yang ranggas!
6 Ramadhan 1429H/6 September 2008
MUSIM BERGETAR
ketika tongkat mengetuk-ketuk tanah sawah
musim bergetar
langit ditampar petir yang gila sasar
ruhmu kering kerontang adalah musim
panjang yang kehilangan arah
kemanakah musim berpulang?
seperti ruhmu yang mengerti kecuali kembali tiada
dan musnah
o, rupanya setiap hari musim meratapi nasibnya
karena kau tak memiliki kompas untuk menunjuk arah
ruhmu menangisi nasibnya yang tak menentu
jika kembali kepadaMu suatu waktu
6 Ramadhan 1429/6 september 2008
MUSIM BADAI
biarlah musim melahirkan badai
anak-anak tercerai-berai
menuai bencana
tanah-tanah yang tersenyum
seperti melempar lembing
ke tubuhmu
siapakah yang menganyam prahara
melahirkan luka demi luka
dalam dada?
Ciputat, 14 Mei 2008
MUSIM MELENTING
denting air melangkah
seperti musim melenting jauh ke savana
burung-burung bermigrasi menyeberangi samudera
disambut alam yang tak pernah ceria
mengapa selalu bermuram durja
apakah karena salju terus menangis
melelehkan airmata
merendam pulau, melenyapkan peta bumi terbaca
kecipak air laut menerpa khayalku
yang menari-nari melangkahi hutan-hutan bakau
bakal tumbuh pohon-pohon reklamasi
yang pasti membusukkan tanah-tanah pulau
seratus tahun lagi
jika pulau-pulau terhempas mencebur ke laut
otak-otak angkuh
kembali menumbuhkan hutan-hutan bakau
karena air laut enggan menusuk rusuk pulau
jika akar-akar hutan bakau setia berdiri
memagari pantai
Ciputat, 23 Mei 2008
PUISI PERJALANAN (Musim Keruntuhan dan Kebangunan)
melewati musim-musim yang bangun
dan runtuh
aku genggam kata-kata
yang jatuh dari arasymu
prahara telah berlalu
begitu cintamu
telusuri lorong-lorong langit
tangan lemahku menggapai
tanganmu yang tak tersentuh
aku kembarai kotamu yang sunyi o kekasih
bintang-bintang yang jatuh redup di telaga
seribu bencana telah terekam dalam diam
kutulis sejuta puisi yang menggemuruh
tanganmu terus kugapai
namun ruhku gemetar tak sampai
menjelajahi peradaban-peradaban yang bangun
dan jatuh
aku diam dalam kata-kata
sejarah katedral tua atau mesjid raya
menyimpan kesaksian sunyi
perjalanan ini masih saja berlanjut
aku sujud pada sajadah cahayamu
yang tak mampu kurengkuh
walau pun dengan seluruh jiwa ragaku
ruhku tersungkur di altar abadimu!
.
Ciputat,13 mei 2008
KEMARAU YANG MENGGEMERETAK
engkaukah yang datang merayap
menangkup tengkuk bumi dengan ganasnya
datang seperti langkah harimau tak menimbulkan suara
tiba-tiba mencakar tengkukku dan taringmu
mencengkeram begitu kuatnya
tanah-tanah basah
perlahan retak dan berbongkah seperti pulau-pulau kecil berserakan
o kemarau! kemarau!
mengapa kau pergi meninggalkan cekungan kekeringan yang panas
pada siang itu kemarau menggemeretak
seperti taring harimau mengerkah
mematahkan tulang yang paling keras
dan sulit dipatahkan
setelah semua porak-poranda
ia berlalu begitu saja
kemarau
jangan kau hampiri aku lagi.
Ciputat. 15 Mei 2008
MUSIM SENDU
kemanakah berlabuh musim sendu
ketika partai-partai sibuk membabat hutan
rakyat miskin jadi pohon-pohon ranggas
atau tentara yang terluka ditusuk bayonet
prajurit-prajurit yang terkapar di belantara musim gugur
kini berbaris di tanah-tanah lapang
makam para tentara terbujur
musim itu belum juga berlalu
6 Ramadhan 1429/6 september 2008
KE ARAH MUSIM
kita pulang ke arah musim
yang tergerus lumpur waktu
kau terbit di timur jiwaku
mendobrak musim yang ranggas
cuaca panas dan daun-daun lepas
seperti bagian-bagian ruh kita
yang kian menguning
tangkai waktu yang terabaikan
lalu mengelupas dari pohon
dan jatuh ke padang sabana
seperti juga ruh kita
gemeretak langit yang makin terpendam
ke dasar jiwa.
6 Ramadhan 1429/6 september 2008
MUSIM BERGANTI
puisi, waktu dan penyairku
tunggu apa lagi
sementara musim terus berganti
mengapa termangu di sini
ketika burung-burung terbang tinggi
dan menukik mencium permukaan laut
padahal ikan yang terbang
menerima nasib musim yang terlepas
dari genggaman
dan ketika belibis habis terbaring di matras air lautan
yang bergejolak tak henti
6 Ramadhan 1429/6 september 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar